Teruntuk Safara Akmaliah             Ini kado, Cuma bentuknya beda dengan kado yang biasa kau lihat di film melodrama korea, atau sinet...

Bukan Kado


Teruntuk Safara Akmaliah

            Ini kado, Cuma bentuknya beda dengan kado yang biasa kau lihat di film melodrama korea, atau sinetron negeri  ini. Biar lebih kelas dan terlihat kece dikit, kadoku berupa tulisan, seperti kado pertama dariku, tulisan juga, narasi tentangmu. Kado yang kupahami adalah hadiah dari seseorang yang diperuntukkan untuk seseorang lain, atas dasar kasih sayang, didorong keingingan luhur membahagiakan si penerima. Bukan begitu? Jadi, perkenankan aku kembali memberikan kado tulisan lagi. Mungkin kau akan sering menemui namamu di Google dari namamu yang ada di Blog atau beragam kado meluncur berbentuk narasi lagi, dan lagi. So, prolog diatas adalah alasan yang dibuat-buat untuk mengakali biar gak ngeluarin duit buat beli kado dan pusing-pusing milih kado. Tapi, jangan percaya kalimat sebelum ini. Hoax.

***

            Tiba-tiba, kamu mengirim pesan beserta foto, berisi KHS semester ini. “IPK-ku di atas orang ini”. Dengan bangga ia menunjukkan screenshot berisi barisan nilai matakuliah semester ini. Memang ia sudah melampauiku, aku turut bahagia. Apalagi beberapa hari sebelum ujian kita sempat diem-dieman, gara-gara minta nutori pemikiran marxis kutolak.wkwk. IPK bagiku memang penting bee, tapi lebih penting daripada itu adalah ilmu itu sendiri. Aku masih meraba, apa niatku disini benar-benar untuk ilmu? Menjalankan ajaran rasul untuk tholabul ‘ilmi? Menghilangkan kebodohan, atau membekali diri agar siap bersama masyarakat membangun kesejahteraan.

            Kupikir, selama ini kau masih membawa tindak-tanduk mayoritas anak exact. (Tidak bermaksus mendiskreditkan salah satu ilmu) Kiranya lain lagi jika pola belajarmu masih terbawa nuansa semasa abu-abu. Kulihat kau sering menghafal, kurang nalar. Narasi sepanjang ratusan halaman atau ikhtisar PPT kau babat habis, hafal titik komanya dimana. Bagus nian hafalanmu, sayang kekuatan hafalanmu harus kau kikis sedikit untuk memberi ruang bernalar, memahami, menganalisis. Karena kemampuan itu yang kau butuhkan menjadi mahasiswa ilmu politik. Fenomena politik butuh analisis tajam, kadang kamu harus memakai cara politisi yang penuh tricky, atau subjek lain yang diplokotho. Jadi, kurang guna jika hafalanmu tadi kau gunakan di tataran konstelasi dan kontestasi politik yang runyamnya gak ketulungan ini. Musuh sehari lalu, esok jadi kawan dekat, esuk dele sore tempe.

            Apalagi kau pernah nyelethuk saat romantisnya kita di bawah patung depan Gubernuran ingin menjadi DPR, atau bupati di daerahmu. Hafalanmu hampir tak kau gunakan selain untuk bluffing di depan musuh politikmu. Atau biar kau kelihatan lebih intelek di depan basis massamu. Untung-untung mereka tahu dan paham apa yang kau omongkan tentang negara demokrasi deliberatif, pancasilais, sosialisme demokratis. Kau tanya John Locke, Gramsci, Karl Popper, dikira oleh pendukungmu penjajah yang menginjak-injak mbah-mbahnya. Jadi, kujamin gak ada yang nanya berapa IPK-mu semasa mahasiswa. Coba diresapi.

            Belum lagi kau juga punya keinginan menjadi konsultan politik. Bukan senang jalan kesana sayang. Tentu pengetahuan teoritismu dibutuhkan, tapi akan sia-sia tatkala kau hanya berdiam diri, jaringanmu kurang luas seluas Telkomsel. Jaringan ke politisi-politisi, partai-partai yang menaunginya, jaringan antar konsultan politik yang sudah malang melintang di dunia politik. Jaringan yang kau punya juga harus ditopang melalui branding dirimu sebagai konsultan politik yang handal. Kau harus membangun dari media, jadi kau harus rajin muncul di koran, atau media massa. Setidaknya melalui tulisan, analisis perihal konstestasi politik kekinian akan mengangkat namamu sebagai pengamat, lalu naik “pangkat” menjadi konsultan. Proses itu lebih lama daripada mengantre mie setan Jalan Kusuma Bangsa yang membuat mulas.

            Dan cita-cita mulia yang belum kau wujudkan, untuk itu kau harus yakin akan mewujudkanya. Kau harus berdarah-darah mewujudkanya, bukan dengan setengah hati, atau sambil lalu. Dunia lebih kejam dari perkuliahanmu sayang. Tapi tenang, kesulitanmu, pengorbananmu, perjuanganmu takkan sia-sia. Meski klise, kau harus percaya itu, karena ada satu kaidah yang dulu pernah kupelajari bahwa Al-masyaqqotu Tajlibuu At-Taisiir (Kesulitan menarik akan Kemudahan). Pun Allah juga pernah berjanji, jika “Sesungguhnya kesulitan itu bersama dengan kemudahan” dua kali ayat tersebut dengan penekanan huruf “fa’”. Jadi takkan ada kesulitan yang sia-sia, jika kau memang mau mewujudkanya. Jika tidak, lari saja ke kamar lalu nonton drama.

Selamat safara!!!

0 komentar: