Teruntuk Safara Akmaliah
Ini
kado, Cuma bentuknya beda dengan kado yang biasa kau lihat di film melodrama
korea, atau sinetron negeri ini. Biar
lebih kelas dan terlihat kece dikit,
kadoku berupa tulisan, seperti kado pertama dariku, tulisan juga, narasi
tentangmu. Kado yang kupahami adalah hadiah dari seseorang yang diperuntukkan
untuk seseorang lain, atas dasar kasih sayang, didorong keingingan luhur
membahagiakan si penerima. Bukan begitu? Jadi, perkenankan aku kembali
memberikan kado tulisan lagi. Mungkin kau akan sering menemui namamu di Google dari namamu yang ada di Blog atau
beragam kado meluncur berbentuk narasi lagi, dan lagi. So, prolog diatas adalah
alasan yang dibuat-buat untuk mengakali biar gak ngeluarin duit buat beli kado
dan pusing-pusing milih kado. Tapi, jangan percaya kalimat sebelum ini. Hoax.
Tiba-tiba,
kamu mengirim pesan beserta foto, berisi KHS semester ini. “IPK-ku di atas
orang ini”. Dengan bangga ia menunjukkan screenshot
berisi barisan nilai matakuliah semester ini. Memang ia sudah melampauiku,
aku turut bahagia. Apalagi beberapa hari sebelum ujian kita sempat diem-dieman,
gara-gara minta nutori pemikiran
marxis kutolak.wkwk. IPK bagiku memang penting bee, tapi lebih penting daripada
itu adalah ilmu itu sendiri. Aku masih meraba, apa niatku disini benar-benar
untuk ilmu? Menjalankan ajaran rasul untuk tholabul
‘ilmi? Menghilangkan kebodohan, atau membekali diri agar siap bersama
masyarakat membangun kesejahteraan.
Kupikir,
selama ini kau masih membawa tindak-tanduk mayoritas anak exact. (Tidak bermaksus
mendiskreditkan salah satu ilmu) Kiranya lain lagi jika pola belajarmu masih
terbawa nuansa semasa abu-abu. Kulihat kau sering menghafal, kurang nalar. Narasi
sepanjang ratusan halaman atau ikhtisar PPT
kau babat habis, hafal titik komanya dimana. Bagus nian hafalanmu, sayang
kekuatan hafalanmu harus kau kikis sedikit untuk memberi ruang bernalar,
memahami, menganalisis. Karena kemampuan itu yang kau butuhkan menjadi
mahasiswa ilmu politik. Fenomena politik butuh analisis tajam, kadang kamu
harus memakai cara politisi yang penuh tricky, atau subjek lain yang diplokotho. Jadi, kurang guna jika
hafalanmu tadi kau gunakan di tataran konstelasi dan kontestasi politik yang
runyamnya gak ketulungan ini. Musuh sehari lalu, esok jadi kawan dekat, esuk dele sore tempe.
Apalagi kau
pernah nyelethuk saat romantisnya
kita di bawah patung depan Gubernuran ingin menjadi DPR, atau bupati di
daerahmu. Hafalanmu hampir tak kau gunakan selain untuk bluffing di depan musuh politikmu. Atau biar kau kelihatan lebih
intelek di depan basis massamu. Untung-untung mereka tahu dan paham apa yang
kau omongkan tentang negara demokrasi deliberatif, pancasilais, sosialisme
demokratis. Kau tanya John Locke, Gramsci, Karl Popper, dikira oleh pendukungmu
penjajah yang menginjak-injak mbah-mbahnya. Jadi, kujamin gak ada yang nanya
berapa IPK-mu semasa mahasiswa. Coba diresapi.
Belum
lagi kau juga punya keinginan menjadi konsultan politik. Bukan senang jalan
kesana sayang. Tentu pengetahuan teoritismu dibutuhkan, tapi akan sia-sia
tatkala kau hanya berdiam diri, jaringanmu kurang luas seluas Telkomsel.
Jaringan ke politisi-politisi, partai-partai yang menaunginya, jaringan antar
konsultan politik yang sudah malang melintang di dunia politik. Jaringan yang
kau punya juga harus ditopang melalui branding dirimu sebagai konsultan politik
yang handal. Kau harus membangun dari media, jadi kau harus rajin muncul di
koran, atau media massa. Setidaknya melalui tulisan, analisis perihal
konstestasi politik kekinian akan mengangkat namamu sebagai pengamat, lalu naik
“pangkat” menjadi konsultan. Proses itu lebih lama daripada mengantre mie setan
Jalan Kusuma Bangsa yang membuat mulas.
Dan
cita-cita mulia yang belum kau wujudkan, untuk itu kau harus yakin akan
mewujudkanya. Kau harus berdarah-darah mewujudkanya, bukan dengan setengah
hati, atau sambil lalu. Dunia lebih kejam dari perkuliahanmu sayang. Tapi tenang,
kesulitanmu, pengorbananmu, perjuanganmu takkan sia-sia. Meski klise, kau harus
percaya itu, karena ada satu kaidah yang dulu pernah kupelajari bahwa
Al-masyaqqotu Tajlibuu At-Taisiir (Kesulitan menarik akan Kemudahan). Pun Allah
juga pernah berjanji, jika “Sesungguhnya kesulitan itu bersama dengan kemudahan”
dua kali ayat tersebut dengan penekanan huruf “fa’”. Jadi takkan ada kesulitan
yang sia-sia, jika kau memang mau mewujudkanya. Jika tidak, lari saja ke kamar
lalu nonton drama.
Selamat safara!!!
0 komentar: