Awal mula desa ini merupakan sebuah dusun yang termasuk dalam bidang administrasi desa Pogar. Pogar sebagai induk dari dusun yang  bernam...

Sejarah Desa Gajahbendo Tahun 1953-1965


Awal mula desa ini merupakan sebuah dusun yang termasuk dalam bidang administrasi desa Pogar. Pogar sebagai induk dari dusun yang  bernama kedungaron ini terlalu luas cakupan wilayahnya. Sekitar tahun 1953, desa Pogar mengalami perubahan administrasi menjadi kelurahan dan beberapa daerah yang sebelumnya berstatus dusun menfgalamai perkembangan administrasi menjadi desa, namun dusun lain yang bernama gragal ikut dalam peleburan dua dusun menjadi satu desa, tersebutlah nama desa Gajahbendo.
            Nama desa ini tercetus dalam majelis permusyawaratan desa yang digelar rumah kepala dusun kedungaron, beliau merupakan salah satu tetua yang paling dihormati di kedua dusun. Sebelum melakukan musyawarah besar, bersama dengan warga kedua dusun, mereka berkumpul di tanah lapang sebelah sawah dan ladang untuk sedekah bumi, yang diharapkan acara untuk pemberian nama baru bagi desa berjalan dengan sukses dan direstui oleh sang pencipta. Acara sedekah bumi berlangsung khidmat dan berakhir dengan disambut kemeriahan dan kegembiraan warga atas bergabungnya dua dusun menjadi satu desa.
Bersama beberapa tokoh masyarakat dan tetua kedua dusun, mereka berembuk memberi nama yang sesuai dan pantas untuk bakal nama desa mereka. Salah satu tetua dusun kedungaron mbah nolo karyo menyampaikan usulannya “kalau melihat sejarah kedua dusun kita, dahulu sebelum para kumpeni* datang menjajah nusantara, daerah kita merupakan daerah lumbung pangan yang menjadi andalan salah satu kadipaten Pasuruan. kampung kita terdapat banyak pohon bendo**  yang tumbuh subur di sekitar daerah persawahan kampung, sedangkan seberang kampung adalah sebuah hutan yang dihuni oleh sekawanan hewan liar termasuk gajah. Suatu kemarau datang lebih panjang dari biasanya, sungai yang mengaliri hutan debitnya tinggal setinggi mata kaki, sungai ini merupakan terusan dari sungai kita. Tumbuhan kekurangan air, mengakibatan kekurangan pangan. Dengan menelusuri alur sungai keatas gajah-gajah liar dari hutan seberang kampung berekspansi mencari daerah yang lebih subur, sampailah di daerah yang sekarang kita diami ini. Karena terdapat sumber makanan yang melimpah ruah dan sumbber air yang mencukupi untuk kawanan gajah. Mereka memakan tanaman-tanaman petani, dikarenakan persediaan makanan di hutan yang sudah habis. Merasa miliknya diganggu oleh kawanan gajah, para petani mulai bergerak bersama untuk menjinakkan kawanan gajah, setelah melalui pertarungan sengit, beberapa kawana gajah dapat ditangkap dan di ikat di pohon Bendo yang bertekstur kuat, dan tumbuh subur didaerah kita. Maka dari itu, untuk menghargai para pendahulu kita dalam mempertahankan diri dan daerah mereka, sebaiknya kita gunakan nama Gajahbendo untuk desa kita, yang merupakan singkatan (akronim dari gajah yang diikat di pohon Bendo). ” ***
            Musyawarah berlanjut, dengan beberapa sanggahan serta kritik yang dilancarkan oleh beberapa tetua lain mengenai nama Gajahbendo. Sebuah nama yang kurang begitu memiliki filosofi dari tujuan dibentuknya suatu desa dan mereprensatikan tujuan para leluhur kampung. Mbah giran menyampaiakan usulan nama kedung joyo, beliau menguraikan alasan tentang pemberian nama tersebut. Diharapakan dengan adanya sungai yang mengalir mengelilingi hapir seluruh desa, masyarakat akan selalu makmur jaya. Sejahtera di bidang pangan, tanpa ada kekeringan yang berarti. Dengan kejayaan pangan (lanjut beliau menerangkan), akan terciptanya masyarakat yang aman, tentram tanpa adanya pertikaian, pencurian, hidup berdampingan guyub rukun sesama warga. Sungai yang menjadi sumber kehidupan dijadikan nama agar warga desa menghargai sungai dan menjaga kelestarian sungai.
            Selesai mbah giran menyampaikan usulan nama kedung joyo tidak ada lagi hadirin yang menyampaikan usulan. Diputuskanlah voting diantara kedua nama tersebut. Secara aklamasi dimenangkan oleh nama Gajahbendo sebagai desa kami. Dengan beberapa alasan lain yang dikemukakan oleh tetua lain mengenai pentingnya menghargai sejarah, menghargai perjuangan founding father kampung yang sudah memperjuangkan sedemikian rupa sehingga layak untuk dihuni dengan kenyamanan yang ada di dalamnya.
            Musyawarah berjalan dengan lancar, dengan konklusi terpilihnya nama Gajahbendo menjadi nama desa kami. Syukuran dilaksanakan kedua kalinya dalam rangka nyelameti nama baru dan juga terbentuknya desa baru. Individu-individu berjalan guyub dan rukun dalam kehidupan bermasyarakat. Desa gajahbendo tetap mengandalakan sektor pertanian sebagai penyokong utama ekonomi desa, masyarakatnya yang cenderung terbuka, mereka memakai berbagai inovasi baru dalam bidang pertanian. Sehingga, pertanian desa kami berkembang lebih pesat dari desa-desa lain yang tertutup dalam menerima perubahan yang baik.
            Namun, keguyubrukunan warga desa kami terusik oleh isu-isu politik yang mengambing hitamkan PKI, sekitar 50 orang warga PKI meninggal tragis. Kerusuhan tahun 1965 ini mencederai kerukunan warga desa, anggota PKI selalu dipandang dengan pandangan sinis. Hal ini membuat mereka terasingkan di desanya sendiri, bahkan teror yang digencarkan oleh pemerintah semakin membuat warga yang nonPKI menjadi semakin memusuhi orang-orang PKI sampai keluarganya yang tidak ikut andil dalam PKI.

            Keluarga yang ditinggalkan oleh para terdakwa PKI semakin terdesak dengan adanya perlakuan dari kelompok nonPKI, yang semakin mengucilkan mereka dengan memboikot rumah-rumah, menjarah harta benda mereka, melarang sekolah untuk anak-anak PKI. Dengan tekanan yang begitu besar ini, mereka keluarga PKI yang sebenarnya tidak ikut andil dalam pergerakan PKI berat hati meninggalkan desa mereka.

0 komentar: