Aku Rindu Ayah, Sebelum aku jauh bertutur yang ndakik, ijinkan diawal tadi saya sebagai seorang anak rindu pada Ayah. Tiidak lupa, tulis...

Menjaring Rindu untuk Ayahanda

Aku Rindu Ayah,

Sebelum aku jauh bertutur yang ndakik, ijinkan diawal tadi saya sebagai seorang anak rindu pada Ayah. Tiidak lupa, tulisan ini kupersembahkan teruntuk Ayahanda tercinta, dan Ayah lain di dunia ini.

Seberapa lama ia bersujud mendoakan anak-anaknya, pun orang-orang di sekitarnya. Seberapa keras ia menguras tenaga dan pikiran untuk kami anak-anaknya. orang-orang di sekitarnya yang tak luput menuai hasil tenaga dan pikiranya.

Aku ingin mengabarkan padamu ayahanda, jika padepokan kecil yang kau rintis sekarang sudah besar. Pun lingkar study kecil yang kau ampu sedikit kulanjutkan meski sedikit terseok dengan segala keterbatasanku. Ayahanda, Padepokan kecil yang besar itu sekarang terancam tergusur oleh pendidikan formal yang dinamakan sekolah. Kabarnya Muhadjir Efendy sudah mengesahkan kebijakan "Sekolah lima hari" yang berakibat besar pada murid yang semakin sibuk di sekolah.

Ayahanda mungkin tidak tahu siapa Muhadjir Efendy, dia Menteri Pendidikan di negeri kita, iya Indonesia. Memang riskan menuntut hal tentang ilmu pada menteri pendidikan. Tapi yang pasti, dari kebijakan beliau murid-murid ayahanda tidak punya waktu untuk belajar Iqro', Fiqh, Aqidah dan Ilmu Agama lain di padepokan. Pasalnya, waktu mereka dijarah sekolah sampai jam 4. Lalu mereka kelelahan, sore yang biasa mereka gunakan untuk mengaji tergadai untuk istirahat. Malam? jangan harap, mereka pasti sudah berkutat dengan tugas segunung dari sekolah. Lengkap sudah mereka tak punya waktu mengaji, bahkan untuk bermain.

Tenang ayahanda, aku sebenarnya bukan bermaksud ngerecoki ketenangan ayahanda tentang padepokan itu atau lingkar ilmu.

Hanya saja, aku takut generasi muda kita tidak tahu apapun tentang agama ayah. Agama sebagai spirit perjuangan dan nilai keseharian yang selam ini dipegangteguh masyarakat kita tiba-tiba ingin diputus. Aku tak ingin anak muda penerus bangsa ini terlepas dari akar historisnya. Tak tahu menahu tentang agama adalah sesuatu yang meneduhkan, yang menyelamatkan kita tidak saja di dunia lebih-lebih di akhirat nanti. Ayahanda, apakah benar negeri ini sudah kehilangan akalnya?

Aku takut anak muda penerus bangsa menjadi anak muda yang cerdas tanpa tahu Tuhan dan menjadi manusia (dengan agama). Tanpa tahu akhlak pada dirinya sendiri seperti di Barat, akhlak pada sosialnya (acuh), sampai acuh pada hal yang transenden (Tuhan). Jika saja ini terjadi ayah, mungkin anak muda itu akan kehilangan tali jangkarnya sebagai manusia. Kehilangan obor penerang hidupnya, terombang-ambing derasnya kehidupan. Semoga tidak, Ayahanda tentu tidak ingin hal itu terjadi tho?

Maafkan anakmu yang semakin bawel ini ayahanda, sekali lagi maafkan mengganggu ketenanganmu.

Ayahanda tahu tentang pendidikan yang sedang ananda jalani? lebih carut marut lagi. Pendidikan yang seharusnya membebaskan seorang pribadi menjadi manusia (dirinya sendiri) dikebiri kepentingan-kepentingan di luar kemanusiaan. Modal yang masuk ke ranah pendidikan menjadikan kawan sejawat hendak terburu-buru mendapatkan tiket untu cari kerja. Entah ayah, jujur aku hanya prihatin. Belum lagi mereka yang sibuk untuk kepentingan individual-nya, tanpa tahu (saja) tentang kondisi sekitarnya apalagi sampai tergerak bertindak. Mereka seaakan eksis di pusaran kampus, tapi teralienasi dalam masyarakat. Bingung mau apa, tidak tahu apa yang bisa dia lakukan dengan ilmu (tinggi) yang didapat di kampus.


Tentu, Ramadhan ini sangat berat kujalani bersama adik-adik dan Ibu. Kemarin ketika aku pulang untuk sekedar mengalihkan kesedihan mereka dengan buka bersama. Semoga kehadiranku bisa sedikit memerankanperan Ayahanda. Kurasa kucukupkan sampai disini, tentu  aku masih bolehkan untuk rindu dan curhat kepada Ayahanda? terakhir, teruntuk ruh Ayahanda Al-Fatihah.

0 komentar: