Ketika menjadi mahasiswa, aku mulai berpikir benar adanya penggalan salah satu hadits yang menyebutkan bahwa “kalian lebih mengetahui urusa...

Bongkar Muat Urusan Profan

Ketika menjadi mahasiswa, aku mulai berpikir benar adanya penggalan salah satu hadits yang menyebutkan bahwa “kalian lebih mengetahui urusan duniamu” (antum a’lamu bi umuri ad-dunyakum,  Red). Suatu kali kawan ku yang ikut UKM Islam, “mengeluhkan” keadaan ustadz-ustadz jaman sekarang yang materi ceramahnya hanya urusan “pahala” dan “langit” saja. Aku diam sejenak, sok berpikir –padahal, jawaban sudah ada sejak aku tahu penggalan hadits diatas-.
                Aku mulai berkisah tentang penggalan Hadits di atas, bahwa suatu ketika Seorang umat nabi yang bekerja sebagai petani kurma Sowan ke rumah kanjeng Nabi. Dia bermaksud menanyakan perihal penyilangan kurmanya kepada beliau. Nabi Muhammad dengan terang menjawab dengan “antum a’lamu bi umuuri ad-dunyakum”. Setelah puas, petani kembali ke ladangnya dan mulai mengekspresikan pengetahuannya tentang kurma.
                Dari situ, kujelaskan terhadap kawanku ini bahwa kanjeng nabi muhammad –notabene manusia paripurna, Insan paling sempurna- menyerahkan urusan dunia (termasuk ihwal pekerjaan, dan urusan duniawi lain) kepada ahli bidangnya masing-masing. Dengan rendah hati, beliau menyerahkan urusan duniawi petani kepada ahlinya, yaitu petani itu sendiri. Hal itu berlaku di jaman sekarang, apalagi ustadz yang kadar –dalam segala hal- jauh dari Kanjeng Nabi disuruh untuk memenuhi segala hajat umat? Lebih arif begitu, ustadz mengurusi urusan ukhrawi umatnya, sembari mengiming-imingi pahala dan surga serta menakut-nakuti mereka dengan dosa dan neraka.
                Jikalau ustadz kalian suruh mendakwahkan kepentingan ekonomi, solusi dari kapitalisme yang terus menggerogoti sendi kehidupan, bagaimana nasib ahli ekonomi? Bukankah masalah baru akan timbul ketika bukannya solusi malah membuat jatuh karena tidak menguasai ekonomi? Lah terus “politisi” nganggur kalau ustadz kalian suruh memimpin umat di segala bidang? Kalian ini keterlaluan –aku pun termasuk-,  berharap ustadz adalah superman.
Padahal, pernahkah kalian diam sejenak, menghayati hidup mereka? Kalian akan miris, jikalau tahu bahwa hidup mereka yang mulia itu, lebih mirip seperti (maaf) toilet umum? Kalian dengan sesuka hati membawa permasalahan kalian (apapun, hutang, masalah cinta, perkawinan, ekonomi, atau sedang terjerat korupsi) kepada beliau-beliau? Dan setelah itu kalian lega setelah mengutarakan seluruh permasalahan kalian, dan “membayar” seikhlas kalian (jika iya).
Sebelum berakhir sesi ngopi itu, kutegas-tegaskan bicaraku bahwa “tolonglah kawan, jangan kalian bawa urusan duniawi kalian kepada beliau-beliau. Kalian lebih ahli dan paham terhadap urusan duniawi kalian sendiri. Juga, pandanglah beliau sebagai pemandumu dalam urusan ukhrowi yang suci, jagalah diri kalian menyakiti mereka. Jangan bawa urusan duniawimu yang sepele kepadanya, terlebih kepada-Nya. Pun, kumohon jangan kau menjadi hamba yang cengeng, sedikit-sedikit mengeluh, sedikit-sedikit berdoa (memohon urusan duniawi). Kalian lupa ? kalian punya peranti tercanggih (baca: pikiran, meminjam istilah Dahlan Iskan) yang disematkan Allah dalam dirimu. Catat itu kawan!”
Sambil meminum tegukan terakhir kopiku, dia keluarkan uang dua puluh ribu untuk membayar “biar aku yang bayar bro!”. Seketika dadaku menggelembung, sombong menyeruak.


Surabaya, 20 Februari 2016 (04.40)

0 komentar: