Taruhlah aku sekarang tiba-tiba sudah semester 5 di salah
satu jurusan dalam naungan Universitas Airlangga. Jangan kalian tanya selama
menjadi mahasiswa mendapatkan apa, pertanyaan itu takkan terjawab dalam satu
buku ratusan halaman. Oke, kita mulai
saja drama kita, tirai sudah dikembangkan, pantang untuk mundur bukan?
Sekalipun terdaftar di jurusan yang kurang “bonafit”,
mendatangkan “profit” atau padanannya. Tetaplah, menjadi mahasiswa di UNAIR
sebuah prestise tersendiri –sebenarnya alasan ini diperuntukkan sebagai
pemantik semangat-. Sejarah, itulah yang sehari-hari kugeluti di kampus maupun
selepas perkuliahan. Masa lalu,
merupakan hal-hal yang romantis, memaksa untuk terus diputar dalam memori kita.
Untuk itulah, aku rela menyerahkan diri pada masa lalu.
Banyak kisah yang beredar di kampusku, tentang prestasi
akdemiknya, atau prestasi di luar akademik. Kabar baik itu tidak saja datang
dari punggawa birokrasi kampus, mahasiswa pun turut andil menorehkan kisah.
Tentunya kisah yang beredar tak hanya kisah “baik-baik saja”, banyak pula kisah
pilu, tragis yang menyertai kampus ini. Tapi itu tak pantas untuk dibagikan
disini. Kisah ini tentang kesenangan, kebaikan kita selama bermesraan dengan
kampus.
Tentulah, sejarah mengenai kampus ini menjadi daya tarik
utama. Terutama nama yang disandangkan. Airlangga, sering kita dengar sebagai
raja besar nan luhur yang pernah memimpin di Nusantara. Kalau tentang sejarah
Airlangga dan kerajaanya mungkin sudah banyak tertulis dalam narasi-narasi
sejarah. Tapi bagaimana kampus sebagai obyek yang ditangkap oleh pandangan
mahasiswa? Mungkin ini yang paling sesuai untuk dikisahkan.
Kalian kan temui sebuah laboratorium kehidupan, lengkap
dengan piranti-piranti dan obyek penelitiannya. Khususnya di kampus B, meskipun
kebanyakan diisi Jurusan sosial. Di tiap jengkal ruang publik yang ada, diisi
oleh lingkar-lingkar mahasiswa yang sedang berdiskusi, atau sekedar sharing and caring. Kalau tidak, mereka
melingkar dalam alunan musik folk
yang seadanya untuk mengusir penat.
Ruang-ruang publik kampus ini-lah yang menjadi daya tarik
tersendiri, takkan kalian jumpai di luar kampus. Diskusi-diskusi dari yang
ringan sampai berat, akan berbayar jika sudah ditempatkan dalam gedung
pertemuan. Disini kalian dapatkan cuma-cuma, wawasan baru, kawan baru,
pandangan-pandangan baru akan kehidupan. Atau kalau sedanga penat akan tugas
perkuliahan dan permasalahan hidup, kalian boleh curhat sampai pagi di galeri-galeri yang tersedia. Sembari membawa
cemilan yang kalian bawa sendiri, coba bandingkan dengan curhat di psikolog professional? Uang jatah makan bisa terkuras
untuk sekedar konsultasi.
Jika ada permasalahan, aku seringkali menghubungi
kawan-kawan yang sesuai dengan concern keilmuannya.
Contoh, ketika dulu ada permasalahan “hati” dengan sesama mahasiswa. Kawan dari
Psikologi adalah rujukanku, sungguh nikmat plus hemat bukan? Beginilah enaknya
semasa menjadi mahasiswa. Rugi, kalau kawan dari jurusan-jurusan lain tak
pernah kalian “manfaatkan”. Heuheu
Lain lagi dengan kantin, di
fakultas humaniora terkenal sebagai yang “terbesar” dan ter-ter yang lain.
Menariknya lagi, kunjungan ke kantin tidak hanya dari mahasiswa Fak. Humaniora
saja. Bahkan, anak kampus C sering nyangkruk
disini. Kantin tidak berhenti pada
ruang untuk mengisi perut saja. Tapi sudah menjelma menjadi ruang diskusi,
ruang berekspresi mahasiswa. Mengenai dua yang terakhir akan kuceritakan di
bawah.
Hujan yang akhir-akhir ini
melanda Surabaya termasuk UNAIR ( www.unair.ac.id ), seringkali menghambat mobilitas mahasiswa.
Seringkali mereka berteduh, ngaso di kantin. Untungnya, di kantin FIB banyak
bangku-bangku yang terisi para musisi kampus yang rela menghibur di tengah
hujan yang sendu. Seakan mengiringi kesenduan hujan, musisi kampus
mendendangkan lagu-lagu romantis tanpa rasa cengeng.
Aku yang tiap hari selepas
kuliah dan kegiatan lain pasti mampir di kantin, merasa terhibur tiap kali
kejenuhan mendera. Musik yang dibawakan variatif, dari genre POP sampai genre
Folk yang berseberangan feel-nya. Mungkin Band Payung Teduh dulunya ketika
masih ngampus seperti mereka pikirku. Band Indie yang mulai Hits Silampukau juga berasal dari musisi
kampus yang rela menghibur hadirin kantin.
Selain hal-hal kecil yang
menghibur, kampus menjadi arena pertentangan gagasan yang masif. Antara
mahasiswa satu dengan yang lain yang berbeda pandangan bertemu dalam
forum-forum diskusi yang ada. Membahas isu-isu sosial yang terjadi, mencari
permasalahan dalam berbagai perspektif sungguh menarik untuk diikuti. Di
unair-lah, gagasan-gagasan baru tentang masyarakat tumbuh subur. Forum-forum
ini yang kemudian menjadi penting untuk diceritakan. Kenapa menjadi penting, agar
regenerasi dalam forum-forum diskusi terus terjaga. Karena masyarakat terus
membutuhkan terobosan-terobosan baru yang dihasilkan.
Sekali lagi, di UNAIR-lah aku
akan menemukan bermacam-macam rasa. Kan kalian temui miniatur masyarakat
disini. Konflik-konflik yang ada semakin membuatku menjadi pribadi yang dewasa.
Hal-hal menyenangkan nan menghibur turut memberikan warna dalam sisi kehidupan.
Ya, coba kalian kuliah disini, dan jelajahi tiap jengkal kampus!
0 komentar: