Ceritanya, aku sedang "gabut" dengan hari ini, sebelum periksa gigi ke dokter gigi muda tak ada yang harus kubaca. Atau sekedar ...

Pembacaan Realitas Surabaya 1



Ceritanya, aku sedang "gabut" dengan hari ini, sebelum periksa gigi ke dokter gigi muda tak ada yang harus kubaca. Atau sekedar ngobrol via WA dengan kawanku. Kubuka video di youtube yang sudah disave sebelumnya. Semua tentang Silampukau. Memang sudah lama lagu-lagunya (entah kata ini pantas atau tidak) melayang-layang di atap kepala. Kira-kira aku mengenal silampukau melalui lirih nyanyian anak Sastra Indonesia di kantin FIB. kudengar lamat-lamat lirik "Anggur, Vodka, Arak beras". seketika itu, aku penasaran siapa yang menciptakan lagu dengan lirik unik itu.

Aku yang mengenal beberapa anak sasindo, langsung saja menanyakan dan dapat jawaban. Kurang lebih 4 bulan semenjank aku mengenal silampukau. Tak kubuat-buat kekagumanku. Jadi hampir tiap hari kudengar, baik video maupun "kumainkan" sendiri. Sampai kawan-kawanku bosan mendengarnya, peduli setan. 

Mereka berhasil mengangkat Surabaya, sebagai narasi besarnya menjadi lagu sebagai narasi kecilnya. Pembacaan atas realitas keseharian masyarakat urban surabaya menjadi daya tarik terbesarnya. Selain musiknya, kalau masalah musik aku tak tahu banyak. Seringkali malah pokok enak di telinga, ya sudah masuk daftar putar. 

Surabaya yang selama ini kutumpangi, menjadi indah dan romantik dalam lagu-lagunya. Sebelumnya, kukenal surabaya hanya Kota metropolit kedua setelah Batavia. Atau kukenal melalui teks-teks Sejarah yang berbicara mengenai Hiruk-pikuknya surabaya sebagai kota pelabuhan dan Industri. Atau, jika surabaya kalian kenal karena ada Ampel denta yang terkenal itu. Selain itu? apa yang bisa kubanggakan.

Nah, interpretasi lain yang khas kota surabaya  ini yang kata temanku "pengamat musik" muncul lagi. Musik yang beribu realitas kehidupan di sekitarnya. Benar-benar Folk (rakyat) yang merakyat, bukan Folk yang borjuis. begitu katanya, kurang lebih. "Toh, hujan sama menabjubkannya, di Paris atau di tiap sudut Surabaya". Lirik ini berhasil menyihir kesadaranku untuk menatap surabaya sebagai kota yang "romantis nan indah", pun juga nyeni seperti Paris. Tak sia-sia, "petualangan"ku dengan sepeda angin mengelilingi surabaya, dan yakin kalau Surabaya benar-benar eksotis.

Di sisi lain, mereka tak luput untuk mngkritisi kota sebagai arena pertarungan ekonomi yang kelewat kejam (lirik lagu Rantau Sambat Omah). Kota dideskripsikan sebagai arena penghilang jati diri, karena terseret arus modal yang menghimpit. Seperti yang ditulis Listiyono Santoso (dosen Filsafat Unair), Kota hanya menjadi arena pertarungan politis dan ekonomis, bukan arena produksi budaya meskipun politik dan ekonomi sebagian kecil dari budaya. 

Tak lupa, khas sebagai musik Folk yang mengandung rebel ala warung kopi tersirat secara jelas. Melalui lagu Doa 1, Silampukau mengkritik artis-artis dadakan yang mengejar popularitas dengan menggadaikan identitas. Televisi sebagai media hiburan, mereka kritik habis sebagai peneror jiwa. Pengacau Nalar. Lengkap sudah, Silampukau dengan lagu-lagunya berisi rebel  khas mahasiswa, dan kritik anggun atas kota serta tak meninggalkan sisi romantik dari surabaya.

Jadi, kalian harus dengerin. cukup dengerin dulu, ntar kalian cerna, kalian buang, kalian cap apapun terserah. Karena silampukau sudah mengukir relasi kota surabaya yang romantik denganku.

Ulasan atas lagu-lagu Silampukau.

0 komentar: