Sudah sucikah kita?
Pertanyaan itu patut kita alamatkan kepada pribadi masing-masing. Ramadhan baru
saja meninggalkan kita, adakah perubahan menuju fitri? Sudahkah kita menyucikan
diri kita selama ramadhan? Terutama dari dosa-dosa sosial yang terus saja kita
lakukan.
Kita ingat kembali apa
yang dikatakan oleh penceramah di awal bulan perihal tujuan berpuasa. Taqwa,
adalah puncak dari proses kita berpuasa selama ramadhan. Hasil yang seharusnya
dipetik ketika puasa kita jalankan dengan benar.
Berpuasa tidak hanya
secara fisik, bathin pun berpuasa dari hal-hal yang merusaknya. Terutama
berpuasa perilaku, menahan segala sesuatu yang merugikan (yang berdampak)
sosial. Percuma hanya fisik yang berpuasa, akan tetapi perilaku korupsi dan
diskriminasi tetap dilakukan. Kesalehan pribadi saja yang ditingkatkan,
melupakan kesalehan sosial.
Berpuasa memperingatkan
kita untuk peka terhadap penderitaan saudara kita yang kurang mampu. Tidak
hanya berhenti pada puasa ramdhan saja, kepekaan kita kepada kaum mustadh’afin
semakin ditingkatkan. Pemberdayaan dan pembelaan kepada mustadh’afin dari
segala bentuk ketertindasan.
Bulan Ramadhan tidak
hanya berisi puasa, didalamnya ada zakat fitrah. Impelementasi dari puasa
selama sebulan berupa zakat, penyerahan sebagian harta kita kepada orang yang
membutuhkan. Zakat merupakan tuntunan syari’at, selain itu diluar bulan-bulan
lain penyerahan harta kepada kaum yang (ter)lemah(kan).
Setidaknya Ramadhan
memberikan tiga pesan bagi kita.[1]
Pertama Ramadhan membawa pesan moral, berisi riyadhoh-riyadhoh yang mengandung
nilai moral. Seperti Tarawih mengandung nilai-nilai disiplin dan kekuatan yang
dapat kita terapkan setelah melewati Ramadhan. Puasa yang kita lalui
mengajarkan kesabaran dan kejujuran, untuk menahan hawa nafsu. Karena puasa
melatih kejujuran melalui usaha kita untuk menahan hawa nafsu, baik ada orang
maupun tidak. Jika kejujuran telah tertanam, keinginan untuk korupsi atau tidak
adil kepada manusia lain tidak akan terjadi,
Kedua, Pesan Sosial
yang dibawa oleh bulan Ramadhan. Terasa sebuah hubungan sosial yang mengharukan
ketika detik-detik akhir Ramadhan. Ketika umat islam mengeluarkan zakat fitrah
yang disampaikan kepada Ashnafuts
Tsamaniyah.[2]
Terutama bagi fakir miskin yang menerima zakat. Bagaimana kesenjangan hubungan
antara fakir miskin dan yang mampu, hendak diputus oleh keharmonisan zakat
fitrah. Inilah keindahan Islam, melalui zakat fitrah kesenjangan sosial dan
ekonomi masyarakat dipertemukan. Kewajiban
untuk menyejahterakan masyarakat tidak berhenti di zakat fitrah dan Ramadhan.
Hari-hari paska Ramadhan, keimanan dan ketaqwaan (sosial) kita diuji, bagaimana
cara kita untuk menyejahterakan masyarakat.
Ketiga Pesan Jihad,
yang secara komprehensif dapat dimaknai sebagai upaya mengorbankan diri sendiri
untuk menggapai Ridho-Nya. Untuk menggapai Ridho Allah, dapat dilakukan dengan
berbagai cara, tidak hanya usaha ibadah vertikal saja, ibadah horisontal
(sosial) tak luput dari perhatian. Melalui usaha-usaha menyejahterakan
masyarakat, melalui program pendidikan yang berkualitas, pemberdayaan ekonomi
mandiri. Usaha-usaha sosial ini dapat dikategorikan sebagai jihad sosial yang
bertujuan untuk mencapai Ridho-Nya.
Terakhir, Penulis masih
segar ingatan ketika melihat beberapa orang tua menahan lapar ketika di jalan.
Masihkah ramadhan hanya menjadi ajang ibadah kita sendiri? sedang tetangga
kanan-kiri kita kelaparan. Idul Fitri hakikatnya ialah kemenangan diri kita
atas hawa nafsu untuk menguasai dan memeras manusia lain. Selamat menjadi
Manusia(wi)!!!
Oleh : Miftahul Ulum
0 komentar: