Penulisan
Sejarah sangat penting bagi bangsa terjajah, namun sejarah yang dimaksud itu
bukan sejarah yang menurut kacamata bangsa barat atau berasal dari prespektif
barat. Memang benar bangsa terjajah
menganggap bahwa sejarah itu penting dan menggugat kembali sejarah merupakan
aspek yang kritis dan mendasari dari dekolonisasi. Mereka cepat menerima sejarah
dari pandagan barat yang tentunya berbeda pandangannya jika bangsa terjajah
mengkaji kembali pandangannya tentang sejarah dengan pandangannya sendiri atau
memiliki perpektif bangsa terjajah. (Smith, 1996: 20-21) Cara sejarah sejarah
itu disimpan adalah melalui sistem pengetahuan masyarakat dunia ketiga.
Kebanyakan dari sistem sitem itu sudah diklarifikasikan sebagai tradisi lisan
bukannya sejarah. Penulisan sejarah di negara dunia ketiga didefinisikan ulang
menurut sumber dan perspektif barat. (Smith, 1996: 27) Solusi sejarah
alternatif yang berasal dari
transformasi pandangan pandangan terjajah kami terhadap sejarah kami sendiri
yang ditulis barat dengan menziarahi kembali situs demi situsdan sejarah di
bawah kaca mata barat.
Pada tahun 1985,Gayatri
Spivak mengecam kebutaan ras dan klas yang terjadi di dunia akademik barat ,
dengan mengajukan pertanyaan “Dapatkah subaltern berbicara?”(Spivak 1985:235).
Yang dimaksud subaltern adalah subjek yang tertekan, para anggota klas klas
subalternnya Antonio Gramcsci. Subaltern studies membuat sketsa mengenai
konsennya yang berjangkauan luas menyangkut persoalan sejarah, politik, ekonomi
dan sosiologi orang orang subalternitas yang jelas menyangkut sikap sikap
ideologi dan sistem sistem kepercayaan yang tegas mengenai budaya yang
mengungkapkan kondisi tersebut.(Leela Gadhi: 2001 : 2) Dengan kata lain,
subaltern studies mendefinisikan dirinya sebagai sebuah upaya yang pada
akhirnya memungkinkan masyarakat untuk berbicara dalam halaman halaman buku
tentang historiografi kaum elite dan dalam melakukan hal ini, untuk berbicara
atas nama, atau menyuarakan, suara suara terbungkam dari mereka yang benar
benar tertindas. Resiko dan penghargaan
yang membayangi banyak penelusuran akademik tentang subalternitas memberikan
perhatian pada hubungan yang rumit antara peneliti yang mengetahui dan subjek
yang tak mengenal sejarah sejarah subaltern. Persoalan representasi dan
representabilitas bagaimana seorang sejarahwan/ peneliti dapat menghidari
resiko yang tak terelakkan untuk mempresentasikan dirinya sebagai representasi
otoritatif dari kesadaran subaltern? (Spivak 1998: 285). Intelektual manakah
yang memadai untuk representasikan klas subaltern? Dan pada akhirnya siapakah,
jika ada yang merupakan subaltern sejati dan representatif dalam sejarah,
khusunya dalam kerangka referensi yang disediakan oleh proyek imperialis?
(Leela Gadhi: 2001 : 3).
Sebuah
hegemoni eropa mempengaruhi penulisan sejarah Indonesia. Abad ke 15 hingga 20, Indonesia memulai zaman
kesengsaraan di bawah kekuasaan imperialisme eropa. Bangsa eropa yang memiliki
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memulai sebuah kolonialisme terhadap
bangsa Indonesia. Masuknya bangsa eropa di Indonesia mempengaruhi penulisan
sejarah Indonesia. Bangsa eropa terutama belanda sudah memiliki tradisi menulis
dan menyimpan sebuah arsip. Kelebihan bangsa eropa tersebut berdampak besar di
dalam penulisan sejarah Indonesia yang condong pada perspektif neerlando
sentries atau eropa sentries. Sedikitnya sumber sejarah tentang informasi
keadaan masyarakat lokal di Indonesia membuat penulisan sejarah dengan
perspektif Indonesia sentries agak sulit di wujudkan. Meskipun sulit di
wujudkan bukan berarti perspektif indonesiasentris tidak dapat di wujudkan.
Kesulitan penulisan itu di perparah dengan adanya orientalisme yang sengaja di
kembangkan oleh eropa untuk melanjutkan hegemoninya.
Orientalisme sudah mempengaruhi berbagai segi
kehidupan di Indonesia. Penulisan sejarah yang sangat penting dalam membangun
karakter dan nasionalisme pun terpengaruh begitu dalam. Orientalisme melahirkan
perspektif neerlando sentries dengan penulisan yang selalu mengedepankan sumber
arsip kegiatan bangsa eropa. Pengaruh penulisan tersebut membuat bangsa
Indonesia seperti tidak mendapatkan sejarahnya sendiri. Bangsa Indonesia di
dalam penulisan itu dianggap the silent other( sang lain yang bisu). Bangsa
Indonesia dapat dikatakan tidak mempengaruhi apapun dalam panggung sejarahnya
sendiri. Penggambaran sejarahnya pun kebanyakan dari pengalaman bangsa eropa di
Indonesia.
Indonesia pun mempelajari penelitian bangsa eropa
dengan sumber arsipnya beserta perspektifnya untuk di ajarkan kepada bangsa
Indonesia. Perspektif bangsa eropa ini selalu bersifat orientalisme. Sejarah
Indonesia seperti mendoktrin bangsa Indonesia bahwa negaranya adalah negara
pecundang yang terjajah oleh bangsa asing. Indonesia di anggap bangsanya
sendiri sebagai negara kolot sedangkan eropa sebagai negara up to date. Ini
menimbulkan sebuah pemikiran tentang sikap gengsi bila terdapat hal hal yang
berbau eropa sedangkan bersikap rendah diri bila berbau Indonesia. Kesalahan
penulisan sejarah ini membuat peran sejarah berubah drastis. Sejarah sebagai
sarana edukasi untuk menanamkan kecintaan terhadap negeri menjadi sarana untuk
membuat anak bangsa membenci negerinya sendiri. Politik eropa yang tertuang
dalam orientalisme ini mendoktrin bangsa Indonesia untuk mengatakan bahwa
apapun yang hebat berasal dari eropa. Penulisan sejarah neerlando sentries
seperti sebuah dogma sejarah. Bercorak deskriptif-naratif dengan hanya
mengungkapkan apa,siapa,dimana dan bagaimana bangsa eropa di Indonesia tanpa
mengungkap mengapa. Penulisannya sungguh subjektif karena sumber juga dapat di
peroleh dari karya perseorangan. Neerlando sentries mempengaruhi kurikulum
berbagai institusi pendidikan dari paling terendah hingga tertinggi. Di
institusi pendidikan SD mengenalkan bahwa penemu benua amerika adalah colombus
sedangkan penemu benua Australia adalah james cook. Mereka mengabaikan fakta
bahwa di dalam kedua benua tersebut sudah terdapat penghuni yakni suku Indian
dan aborigin. Bahkan penamaan suku Indian adalah bentuk orientalisme eropa
padahal mereka itu terpecah menjadi banyak suku misalnya suku apache,inca
dll.Ini seperti sebuah ironi, institusi pendidikan jenjang tertinggi pun tetap
terpengaruh. Penulisan sejarah awal ilmu pengetahuan selalu bersumber pada
peradaban yunani kuno yang notabene adalah eropa. Mengapa tidak peradaban lain
yang lebih tua. Faktanya sekarang peradaban peradaban kuno lain selain yunani
kuno adalah peradaban yang lebih maju sebagai contoh peradaban inca atau
mohenjo daro. Penulisan sejarah dengan perspektif neerlando sentries ingin
membuktikan bahwa paham orientalisme benar. Pemaknaan sejarah akan merujuk pada
penyataan sejarah hanya milik pemenang.
oleh : Listiyono S
oleh : Listiyono S
0 komentar: