BAB 1 Pendahuluan 1.         Latar Belakang Bentuk pemerintahan kota di Indonesia sudah mengalami beberapa pergantian sistem. D...

Gemeente Pasuruan (tahun 1918-1942)




BAB 1
Pendahuluan
1.        Latar Belakang
Bentuk pemerintahan kota di Indonesia sudah mengalami beberapa pergantian sistem. Dari sistem otonomi daerah, sampai sistem sentralisasi yang berpusat di Ibukota. Sistem pemerintahan yang mengatur kota di Indonesia bisa dilacak akar historisnya dari jaman Kolonial. Pada masa kolonial, sistem pemerataan kekuasaan di daerah sudah diterapkan melalui Desentralisasi Wet yang ditetapkan pada tanggal 23 Juli 1903.[1]
Dampak dari undang-undang tersebut, kota-kota di Hindia Belanda mulai bermunculan dengan pemerintahan kotanya. Berangsur-angsur kota-kota di Hindia Belanda mulai tumbuh menjadi kota modern yang sibuk. Hal ini ditandai dengan adanya modernisasi administrasi pemerintahan kota yang diterapakan.
Berangkat dari buku Prof. Soetandyo berjudul Desentraliasi di Hindia belanda (1900-1940) yang secara gamblang menjelaskan tentang sistem pemerintahan kota (Desentralisasi) di Hindia Belanda. Kebijakan Desentralisasi yang diterapkan dilatarbelakangi oleh Pemenangan kubu liberal di parlemen pusat kerajaan Belanda.[2] Hal ini berdampak langsung terhadap Kebijakan di tanah koloni, termasuk Hindia Belanda.
Kebijakan Desentralisasi juga ditopang oleh sebab yang kuat, melemahnya pemerintah pusat Hindia Belanda (di Batavia) sudah tidak mampu menopang daerah-daerah di bawahnya. Sehingga dicetuskannya wacana untuk membagi kuasa pemerintahan menjadi wilayah-wilayah administrasi yang mandiri (otonom). Puncaknya, Pada tahun 1903 ditetapkannya Decentralisatie wet (undang-undang Desentralisasi) yang berdampak besar pada kehidupan sosial masyarkat di Hindia Belanda.[3]
Selain itu, sistem Sentralisasi yang diterapkan sebelumnya sudah tidak mampu mengakomodir pekerjaan-pekerjaan yang bersifat lokal.[4]Pasuruan selama ini dikenal sebagai kota Industri sekaligus kota wisata di Jawa Timur.[5] Keadaan aKota pasuruan sekarang tentunya tidak terlepas dari sisi kesejarahannya. Menurut Purnawan (Pengantar Sejarah Kota, 2012) bahwa sebuah kota dulunya adalah evolusi dari desa atau kota kecil (town).[6]
Pasuruan menjadi menarik untuk diteliti karena merupakan salah satu kota terindustrialisasi di masa sekarang. Fenomena ini tentu menarik jikalau ditarik garis historisnya sampai ke akarnya yaitu mulai beridirnya Gemeente. Pasuruan memiliki kedekatan emosional dengan penulis, sebagai kota asal menjadi daya tarik tersendiri.
Menurut Kuntowijoyo, dalam Pengantar Ilmu Sejarah mengatakan bahwa pemilihan topik dalam penelitian sejarah juga harus melihat kedekatan intelektual. Dari sisi kedekatan intelektual, penulis memiliki ketertarikan terhadap topik pemerintahan sekaligus kebijakan-kebijakan ekonomi. Tentunya, percaturan politik antar etnis turut menjadi sorotan yang penting untuk diteliti.
Status baru yang disandang Kota pasuruan sebagai Gemeente memberikan pandangan kota modern. [7]Pasuruan yang sebelumnya merupakan Ibukota Karesidenan yang ditopang perekonomiannya dari Industri Gula membuat penulis tertarik akan dinamika yang berlangsung.[8] Implikasi adanya pemerintah kota (gemeente) yang mengharuskan adanya dinas-dinas yang turut menyokongnya menjadi masalah tersendiri yang harus menjadi kajian penelitian.
Pasuruan yang resmi ditetapkan sebagai gemeente tahun 1918 tentunya mulai mengalami perubahan.[9] Konsekuensi  logis dari kebijakan tersebut, gemeenteraad (dewan kota) dan walikota mulai berbenah, terutama di bidang ekonomi. Dalam penelitian ini, menitikberatkan terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi Gemeente Pasuruan. Kajian atas Gemeente Pasuruan terbilang sedikit dan kurang mendalam terutama di bidang ekonomi. [10] banyak kasus yang terjadi dalam rentang periode mulai beridirinya Gemeente pasuruan (1918) sampai berakhirnya Kolonialisasi (1942).
Dalam menghadapi industrialisasi global yang memaksa pemerintah menyediakan bahan-bahan produksi, tentunya dibutuhkan regulasi-regulasi yang mengaturnya. Regulasi yang sebelumnya menjadi otoritas pemerintah pusat, sekarang dibebankan kepada daerah otonom. Selain itu, sudah diketahui bahwa tahun 1930 terjadi Depresi ekonomi global yang menghantam negara-negara industri termasuk Hindia Belanda. [11]
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian lain pada sisi analisis kebijakan ekonomi yang diterapkan Gemeente Pasuruan. Penelitian lain hanya membahas tata pemerintahan kota dan garis besar Gemeente Pasuruan secara umum. Tentunya, topik ini akan lebih menarik jika dianalisis dari sisi ekonomi. Kebijakan ekonomi pemerintahan kota tentu berdampak pada pola perilaku warga kota, dan respon yang ditunjukkan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui kebijakan-kebijakan ekonomi yang ditempuh Gementeraad dalam mengelola Gemeente Pasuruan. Mengawal kota untuk bertahan menghadapi permasalahan-permasalahan dalam bidang ekonomi. Untuk itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut terhadap arsip-arsip Gemeente Pasuruan dan beberapa sumber lain yang mendukung untuk mencapai tujuan penelitian. Hal ini memberikan sumbangsih yang besar terhadap Pemerintahan kota untuk saat ini agar melihat refleksi historis dalam menerapkan kebijakan ekonomi di kota.


[1] Staatsblas van nederlandsch no. 329 1903
[2] Soetandyo W., Desentralisasi dalam Tata Pemerintahan Kolonial Belanda. 2004. Bayumedia.
Hlm. 23
[3] Ibid, hml. 29
[4] Nurhajarini, D.R, Jurnal Jantra Vol. 5 No. 10 terbit Desember 2010, Yogyakarta
[5] http://pasuruankota.go.id/menu/94.html diakses tanggal 27 Maret 2016 pukul 22.29
[6] Basundoro, P. Pengantar Sejarah Kota. 2012. Penerbit Ombak. Yogyakarta. Hlm. 29-30
[7]Op.Cit, hlm. 827
[8] Ibid, hlm. 820
[9] Staatsblad van Nederlandsch 1918 no.320 Decentralisatie Pasuruan
[10] Jurnal Jantra karya D.R. Nurhajarini dan Skripsi Ilmu Sejarah UM

[11]Sugijanto padmo. 2004. Bunga rampai sejarah sosial-ekonomi Indonesia._______. hlm.206


0 komentar: