Kukisahkan
padamu mengenai salah satu pengalaman hidupku bekerja sembari “kuliah”. Bekerja
part-time membutuhkan skill khusus, kesabaran dan kecerdasan dalam mengolah
waktu yang kita punya menjadi penentu dalam kesuksesan. Sembari membagi waktu
kuliah yang menjadi kewajiban kita, bekerja sebagai sarana “belajar” dan
mencari penghidupan. Kita dituntut untuk bersabar, menjalani tekanan hati
(perasaan malu) yang ditimbulkan dari ejekan orang lain. Pikiran yang lelah
memikirkan perkuliahan, sekaligus memikirkan hal-hal lain yang terlalu
memusingkan kepala. Badan pun turut merasakan imbasya, setelah lelah bekerja,
sekaligus menahan beban hati dan pikiran.
Awalnya
berat, ketika sedari pagi kita kuliah dilanjut malamnya mengajar dan bekerja.
Namun lebih berat lagi, ketika sedari pagi disela-sela perkuliahan kita bekerja
sebagai waitress di salah satu kantin. Beban mental ketika kita menjadi pelayan
kawan kita sesama mahasiswa (apalagi yang kita kenal) itu luar biasa. Kalian
tahu? Kita serasa merendahkan diri kita di hadapan mereka, yang notabene gak
lebih baik dari kita. Namun apa dayaku? (heuheu)
Pertama
kali mendapat pekerjaan ini, aku secara nggak sengaja, curhat ke kantin yang
biasanya kupakai cangkruk. Dengan respon yang baik, mas gondrong menawari
pekerjaan dengan membantunya berjualan. Gayung bersambut (batinku), masalah
lain timbul di sisi lain diriku mengenai “kerisihan” akan teman-teman.
Bagaimana nantinya aku akan bersikap? Bagaimana aku menutupi “kepongahan”ku
dulu? Ah sudah, biarlah nanti akan berlalu sendiri.
Aku
jadi ingat beberapa orang sukses (ciyee, cari pembenaran diri), yang menjalani
kesulitan hidup karena dimiskinkan oleh keadaan. Sebut saja, Dahlan Iskan,
Andrea Hirata, dan sederet (tak terbilang banyaknya) pemuda-pemuda yang
merelakan waktu bersenang-senangnya untuk memenuhi kebutuhannya. Toh, kalaupun
aku tidak menjadi orang yang “sukses”
secara materi, aku sudah berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas
keputusan yang kuambil.
Bukan
lelaki jikalau tak berani ambil resiko, bukan aku kalau tak berani mencoba
hal-hal baru. Selamat menempuh jalan baru!
Surabaya, 18 Februari 2016
0 komentar: