Kaira (Alia bhaat) kembali menyapa hidupnya, Hatinya ia jadikan kuburan perasaan pada orang tuanya, laki-laki di lingkaran hidupnya. Sampai ...

Dear Zindagi, meminum Amerta.

Kaira (Alia bhaat) kembali menyapa hidupnya, Hatinya ia jadikan kuburan perasaan pada orang tuanya, laki-laki di lingkaran hidupnya. Sampai ia bertemu Dr. Jug Khan (SRK), terapis, dokter pikiran.

Kesusksesan sebagai sinematografi naik daun, membuat kaira dikelilingi laki-laki. Tapi selalu saja dia gagal. Lalu datang, gagal. Pun dengan produser rekan kerjanya yang menjadi mantan, ia jauhi berdampingan jobnya. Jug hanya mendengar, lalu bercerita. "tentang kursi", pilihan memmbeli kursi sampai pada kursi yang tepat. Jika pemilihan kursi saja membutuhkan pertimbangan dan pilihan a-z, lalu dengan kekasih pasti lebih dari itu. 

Lalu, diam. Kembali tertarik pusaran msa lalu. Kursi pertama bagaimana memberi kesan pertama baik itu nyaman, atau sekedar empuk. Coba ibu-ibu seringkali berkeliling mall untuk memilih baju. Dari baju pertama sampai baju ke sekian, hingga kembali pada pilihan baju pertama. Bukan tidak mungkin, memilih pertama baik, atau bahkan terbaik. Kismat Connection (Hubungan nasib), Vidya Balan (Priya) menekankan keyakinan pada pilihan menentukan kesempatan (probability) lebih besar. Tentu itu bisa salah. 

Terkadang memilih jalan yang sulit, sebagai jalan terbaik menuju kesuksesan adalah salah. Jug kembali bercerita, Kaira kali ini sebagai pendengar setelah ia bercerita ambisinya kerjasama dengan sineas Hollywood. Kakek Jug, seorang pendaki gunung, ia berteman dengan sesama pendaki gunung. Ambisius benar, cenderung masokis. Gunung everest ia tanjak, tanpa banyak persiapan, bersama pendaki China. Bahasa mengahambatnya, sampailah ia pada puncak ketika macan himalaya diatasnya mengancam (ia tidak tahu). Pendaki china mengingatkan dengan bahasa China, yang dianggap sebagai sorak semangat (Chau-chau-chau). Disadari, bahaya mengancam, teman kakek jug meminta tolong pada pendaki china (Hau-hau-hau). Sayang, pendaki china memahaminya sebagai rasa kebahagiaan. malanglah pendaki itu.

Pilihan tentang bertahan, atau memilih perempuan lain memang tidak semudah mengganti sandal lama dengan yang baru. Ya bukan? Lakin, pilihan pertama tetap, pilihan kedua adalah variabel yang berubah, Tidak perlu gambling, just listen your heart. Mana ada getaran ketika kau sebut namanya (Abu Nawas), angin bergerak lembut, waktu bergerak melambat (Rancho pada Piya). Disitulah jatuhkan pilihan. Pilihan pertama!!!

Kaira melanjutkan hidupnya, berdamai dengan masa lalunya, bahagia atas pekerjaanya, komik yang ia baca bersama adiknya. Berlari menjauh dari ombak Goa yang berdebur sambil berteriak Kadabba, kadabba, kadabba. 

Jauh sebelum menonton Dear Zindagi, gunung meminta jatah untuk kukunjungi. tepatnya, melebarkan pengaruh positif gairah berdiskusi, bergerak bersama, dengan kawan Amanatul Ummah. Sedikit berbagi tentang gairah dialektik, mencintai pengetahuan, membangunkan kesadaran. Selesai sudah mulut ini bicara 90 menit, dari mahasiswa dan tanggung jwab mitosnya sampai pada fakta Soekarno istrinya banyak. Dari penelitian PKM sampai pada revolusi tentara merah Mao. Dari Intelektual tradisional (pesantren) sampai organik ala Antonio Gramsci. Biar mereka tahu, hitam dan merah jalan ini (Ebiet).

Sudah, ia mengajak untuk menikmati susu hangat, ia tahu aku tak pernah bersahabat dengan hawa dingin. Tandas, beberapa batang rokok. Aku punya janji dengan Airlangga, di petirtan Amerta Jolotundo. kabar-kabar, sakralitas disana sudah terbaikan oleh ulah congkak pengunjung, maupun mesumnya anak muda. Benar, sampainya disana. Beberapa pengunjung berani sampai naik punden tertinggi candi. Padahal hanya Airlangga lah yang boleh menginjakkan kakinya. Sudahlah, sakralitas hanya milik Islam sekarang. 

Lalu pulang, membawa tanya Dear Zindagi. Mahasiswa kah aku? Adakah seorang intelektual sepertiku?
Manusia kah aku?

0 komentar: